Sejarah
Syekh Abdul Qodir Al-Jailani
19 Januari 2012 urangsukses
Tinggalkan Komentar Go to comments
Kelahiran, Silsilah dan Nasab
Ada dua riwayat sehubungan dengan
tanggal kelahiran al-Ghauts al_A’zham Syekh Abdul Qodir al-Jilani Amoli.
Riwayat pertama yaitu bahwa ia lahir pada 1 Ramadhan 470 H. Riwayat kedua
menyatakan Ia lahir pada 2 Ramadhan 470 H. Tampaknya riwayat kedua lebih
dipercaya oleh ulama.
Silsilah Syekh Abdul Qodir bersumber
dari Khalifah Sayyid Ali al-Murtadha r.a ,melalui ayahnya sepanjang 14 generasi
dan melaui ibunya sepanjang 12 generasi. Syekh Sayyid Abdurrahman Jami rah.a
memberikan komentar mengenai asal usul al-Ghauts al-A’zham r.a sebagi berikut :
“Ia adalah seorang Sultan yang agung, yang dikenal sebagial-Ghauts al-A’zham.
Ia mendapat gelar sayyid dari silsilah kedua orang tuanya, Hasani dari sang
ayah dan Husaini dari sang ibu”.
Silsilah Keluarganya adalah Sebagai
berikut : Dari Ayahnya(Hasani) :
Syeh Abdul Qodir bin Abu Shalih bin Abu Abdillah bin Yahya az-Zahid bin Muhammad bin Dawud bin Musa bin Abdullah Tsani bin Musa al-Jaun bin Abdul Mahdhi bin Hasan al-Mutsanna bin Hasan as-Sibthi bin Ali bin Abi Thalib, Suami Fatimah binti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam
Syeh Abdul Qodir bin Abu Shalih bin Abu Abdillah bin Yahya az-Zahid bin Muhammad bin Dawud bin Musa bin Abdullah Tsani bin Musa al-Jaun bin Abdul Mahdhi bin Hasan al-Mutsanna bin Hasan as-Sibthi bin Ali bin Abi Thalib, Suami Fatimah binti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam
Dari ibunya(Husaini): Syeh Abdul
Qodir bin Ummul Khair Fathimah binti Abdullah Sum’i bin Abu Jamal bin Muhammad
bin Mahmud bin Abul ‘Atha Abdullah bin Kamaluddin Isa bin Abu Ala’uddin bin Ali
Ridha bin Musa al-Kazhim bin Ja’far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Zainal
‘Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib, Suami Fatimah Az-Zahra binti
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam
Masa Muda
Dalam usia 8 tahun ia sudah
meninggalkan Jilan menuju Baghdad pada tahun 488 H/1095 M. Karena tidak
diterima belajar di Madrasah Nizhamiyah Baghdad, yang waktu itu dipimpin Ahmad
al Ghazali, yang menggantikan saudaranya Abu Hamid al Ghazali. Di Baghdad
beliau belajar kepada beberapa orang ulama seperti Ibnu Aqil, Abul Khatthat,
Abul Husein al Farra’ dan juga Abu Sa’ad al Muharrimi.
Belaiu menimba ilmu pada ulama-ulama
tersebut hingga mampu menguasai ilmu-ilmu ushul dan juga perbedaan-perbedaan
pendapat para ulama. Dengan kemampuan itu, Abu Sa’ad al Mukharrimi yang
membangun sekolah kecil-kecilan di daerah Babul Azaj menyerahkan pengelolaan
sekolah itu sepenuhnya kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani. Ia mengelola
sekolah ini dengan sungguh-sungguh. Bermukim di sana sambil memberikan nasihat
kepada orang-orang di sekitar sekolah tersebut. Banyak orang yang bertaubat
setelah mendengar nasihat beliau. Banyak pula orang yang bersimpati kepada
beliau, lalu datang menimba ilmu di sekolah beliau hingga sekolah itu tidak
mampu menampung lagi.
Perkataan Ulama tentang Beliau
Syeikh Ibnu Qudamah sempat tinggal
bersama beliau selama satu bulan sembilan hari. Kesempatan ini digunakan untuk
belajar kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani sampai beliau meninggal dunia.
(Siyar A’lamin Nubala XX/442).
Syeikh Ibnu Qudamah ketika ditanya tentang Syeikh Abdul Qadir menjawab, “Kami sempat berjumpa dengan beliau di akhir masa kehidupannya. Ia menempatkan kami di sekolahnya. Ia sangat perhatian terhadap kami. Kadang beliau mengutus putra beliau yang bernama Yahya untuk menyalakan lampu buat kami. Ia senantiasa menjadi imam dalam salat fardhu.”
Syeikh Ibnu Qudamah ketika ditanya tentang Syeikh Abdul Qadir menjawab, “Kami sempat berjumpa dengan beliau di akhir masa kehidupannya. Ia menempatkan kami di sekolahnya. Ia sangat perhatian terhadap kami. Kadang beliau mengutus putra beliau yang bernama Yahya untuk menyalakan lampu buat kami. Ia senantiasa menjadi imam dalam salat fardhu.”
Beliau adalah seorang yang berilmu,
beraqidah Ahlu Sunnah, dan mengikuti jalan Salaf al Shalih. Belaiau dikenal
pula banyak memiliki karamah. Tetapi, banyak (pula) orang yang membuat-buat
kedustaan atas nama beliau. Kedustaan itu baik berupa kisah-kisah,
perkataan-perkataan, ajaran-ajaran, tariqah (tarekat/jalan) yang berbeda dengan
jalan Rasulullah, para sahabatnya, dan lainnya. Di antaranya dapat diketahui
dari pendapat Imam Ibnu Rajab.
Tentang Karamahnya
Syeikh Abdul Qadir al Jailani adalah
seorang yang diagungkan pada masanya. Diagungkan oleh para syeikh, ulama, dan
ahli zuhud. Ia banyak memiliki keutamaan dan karamah. Tetapi, ada seorang yang
bernama al Muqri’ Abul Hasan asy Syathnufi al Mishri (nama lengkapnya adalah
Ali Ibnu Yusuf bin Jarir al Lakhmi asy Syathnufi) yang mengumpulkan kisah-kisah
dan keutamaan-keutamaan Syeikh Abdul Qadir al Jailani dalam tiga jilid kitab.
Al Muqri’ lahir di Kairo tahun 640 H, meninggal tahun 713 H. Dia dituduh
berdusta dan tidak bertemu dengan Syeikh Abdul Qadir al Jailani. Dia telah
menulis perkara-perkara yang aneh dan besar (kebohongannya).
“Cukuplah seorang itu berdusta, jika
dia menceritakan yang dia dengar”, demikian kata Imam Ibnu Rajab. “Aku telah
melihat sebagian kitab ini, tetapi hatiku tidak tentram untuk berpegang
dengannya, sehingga aku tidak meriwayatkan apa yang ada di dalamnya. Kecuali
kisah-kisah yang telah masyhur dan terkenal dari selain kitab ini. Karena kitab
ini banyak berisi riwayat dari orang-orang yang tidak dikenal. Juga terdapat
perkara-perkara yang jauh dari agama dan akal, kesesatan-kesesatan,
dakwaan-dakwaan dan perkataan yang batil tidak berbatas, seperti kisah Syeikh
Abdul Qadir menghidupkan ayam yang telah mati, dan sebagainya. Semua itu tidak
pantas dinisbatkan kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani rahimahullah.”
Kemudian didapatkan pula bahwa al
Kamal Ja’far al Adfwi (nama lengkapnya Ja’far bin Tsa’lab bin Ja’far bin Ali
bin Muthahhar bin Naufal al Adfawi), seorang ulama bermadzhab Syafi’i. Ia
dilahirkan pada pertengahan bulan Sya’ban tahun 685 H dan wafat tahun 748 H di
Kairo. Biografi beliau dimuat oleh al Hafidz di dalam kitab Ad Durarul Kaminah,
biografi nomor 1452. al Kamal menyebutkan bahwa asy Syathnufi sendiri tertuduh
berdusta atas kisah-kisah yang diriwayatkannya dalam kitab ini.(Dinukil dari
kitab At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 509, karya Syeikh Abdul
Qadir bin Habibullah as Sindi, Penerbit Darul Manar, Cet. II, 8 Dzulqa’dah 1415
H / 8 April 1995 M.).
Karya
Imam Ibnu Rajab juga berkata, “Syeikh
Abdul Qadir al Jailani Rahimahullah memiliki pemahaman yang bagus dalam masalah
tauhid, sifat-sifat Allah, takdir, dan ilmu-ilmu ma’rifat yang sesuai dengan
sunnah.”
Karya karyanya :
Karya karyanya :
- Tafsir Al Jilani
- al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq,
- Futuhul Ghaib.
- Al-Fath ar-Rabbani
- Jala’ al-Khawathir
- Sirr al-Asrar
- Asror Al Asror
- Malfuzhat
- Khamsata “Asyara Maktuban
- Ar Rasael
- Ad Diwaan
- Sholawat wal Aurod
- Yawaqitul Hikam
- Jalaa al khotir
- Amrul muhkam
- Usul as Sabaa
- Mukhtasar ulumuddin
Murid-muridnya mengumpulkan ihwal
yang berkaitan dengan nasihat dari majelis-majelis beliau. Dalam
masalah-masalah sifat, takdir dan lainnya, ia berpegang dengan sunnah. Ia
membantah dengan keras terhadap orang-orang yang menyelisihi sunnah.
Ajaran-ajaranya
Sam’ani berkata, ” Syeikh Abdul
Qadir Al Jailani adalah penduduk kota Jailan. Ia seorang Imam bermadzhab
Hambali. Menjadi guru besar madzhab ini pada masa hidup beliau.” Imam Adz
Dzahabi menyebutkan biografi Syeikh Abdul Qadir Al Jailani dalam Siyar A’lamin
Nubala, dan menukilkan perkataan Syeikh sebagai berikut,”Lebih dari lima ratus
orang masuk Islam lewat tanganku, dan lebih dari seratus ribu orang telah
bertaubat.”
Imam Adz Dzahabi menukilkan perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan Syeikh Abdul Qadir yang aneh-aneh sehingga memberikan kesan seakan-akan beliau mengetahui hal-hal yang ghaib. Kemudian mengakhiri perkataan, “Intinya Syeikh Abdul Qadir memiliki kedudukan yang agung. Tetapi terdapat kritikan-kritikan terhadap sebagian perkataannya dan Allah menjanjikan (ampunan atas kesalahan-kesalahan orang beriman ). Namun sebagian perkataannya merupakan kedustaan atas nama beliau.”( Siyar XX/451 ). Imam Adz Dzahabi juga berkata, ” Tidak ada seorangpun para kibar masyayikh yang riwayat hidup dan karamahnya lebih banyak kisah hikayat, selain Syeikh Abdul Qadir Al Jailani, dan banyak di antara riwayat-riwayat itu yang tidak benar bahkan ada yang mustahil terjadi”.
Imam Adz Dzahabi menukilkan perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan Syeikh Abdul Qadir yang aneh-aneh sehingga memberikan kesan seakan-akan beliau mengetahui hal-hal yang ghaib. Kemudian mengakhiri perkataan, “Intinya Syeikh Abdul Qadir memiliki kedudukan yang agung. Tetapi terdapat kritikan-kritikan terhadap sebagian perkataannya dan Allah menjanjikan (ampunan atas kesalahan-kesalahan orang beriman ). Namun sebagian perkataannya merupakan kedustaan atas nama beliau.”( Siyar XX/451 ). Imam Adz Dzahabi juga berkata, ” Tidak ada seorangpun para kibar masyayikh yang riwayat hidup dan karamahnya lebih banyak kisah hikayat, selain Syeikh Abdul Qadir Al Jailani, dan banyak di antara riwayat-riwayat itu yang tidak benar bahkan ada yang mustahil terjadi”.
Syeikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali
berkata dalam kitabnya, Al Haddul Fashil,hal.136, ” Aku telah mendapatkan
aqidahnya ( Syeikh Abdul Qadir Al Jaelani ) di dalam kitabnya yang bernama Al
Ghunyah. (Lihat kitab Al-Ghunyah I/83-94) Maka aku mengetahui bahwa dia sebagai
seorang Salafi. Ia menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah dan aqidah-aqidah
lainnya di atas manhaj Salaf. Ia juga membantah kelompok-kelompok Syi’ah,
Rafidhah, Jahmiyyah, Jabariyyah, Salimiyah, dan kelompok lainnya dengan manhaj
Salaf.” (At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 509, karya Syeikh
Abdul Qadir bin Habibullah As Sindi, Penerbit Darul Manar, Cet. II, 8
Dzulqa’dah 1415 H / 8 April 1995 M.)
Awal Kemasyhuran
Al-Jaba’i berkata bahwa Syeikh Abdul
Qadir pernah berkata kepadanya, “Tidur dan bangunku sudah diatur. Pada suatu
saat dalam dadaku timbul keinginan yang kuat untuk berbicara. Begitu kuatnya
sampai aku merasa tercekik jika tidak berbicara. Dan ketika berbicara, aku
tidak dapat menghentikannya. Pada saat itu ada dua atau tiga orang yang
mendengarkan perkataanku. Kemudian mereka mengabarkan apa yang aku ucapkan
kepada orang-orang, dan merekapun berduyun-duyun mendatangiku di masjid Bab
Al-Halbah.
Karena tidak memungkinkan lagi, aku
dipindahkan ke tengah kota dan dikelilingi dengan lampu. Orang-orang tetap
datang di malam hari dengan membawa lilin dan obor hingga memenuhi tempat
tersebut. Kemudian, aku dibawa ke luar kota dan ditempatkan di sebuah mushalla.
Namun, orang-orang tetap datang kepadaku, dengan mengendarai kuda, unta bahkan
keledai dan menempati tempat di sekelilingku. Saat itu hadir sekitar 70 orang
para wali radhiallahu ‘anhum]].
Dalam beberapa manuskrip didapatkan
bahwa Syeikh Abdul Qadir berkata, “Sebuah suara berkata kepadaku saat aku
berada di pengasingan diri, “kembali ke Baghdad dan ceramahilah orang-orang”.
Aku pun ke Baghdad dan menemukan para penduduknya dalam kondisi yang tidak aku
sukai dan karena itulah aku tidak jadi mengikuti mereka”. “Sesungguhnya” kata
suara tersebut, “Mereka akan mendapatkan manfaat dari keberadaan dirimu”. “Apa
hubungan mereka dengan keselamatan agamaku/keyakinanku” tanyaku. “Kembali (ke
Baghdad) dan engkau akan mendapatkan keselamatan agamamu” jawab suara itu.
Aku pun membuat 70 perjanjian dengan
Allah. Di antaranya adalah tidak ada seorang pun yang menentangku dan tidak ada
seorang muridku yang meninggal kecuali dalam keadaan bertaubat. Setelah itu,
aku kembali ke Baghdad dan mulai berceramah.
Hubungan Guru dan Murid
Syeikh Abdul Qadir berkata, “Seorang
Syeikh tidak dapat dikatakan mencapai puncak spiritual kecuali apabila 12
karakter berikut ini telah mendarah daging dalam dirinya.
- Dua karakter dari Allah yaitu dia menjadi seorang yang sattar (menutup aib) dan ghaffar (pemaaf).
- Dua karakter dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam yaitu penyayang dan lembut.
- Dua karakter dari Abu Bakar yaitu jujur dan dapat dipercaya.
- Dua karakter dari Umar yaitu amar ma’ruf nahi munkar.
- Dua karakter dari Utsman yaitu dermawan dan bangun (tahajjud) pada waktu orang lain sedang tidur.
- Dua karakter dari Ali yaitu alim (cerdas/intelek) dan pemberani.
Masih berkenaan dengan pembicaraan
di atas dalam bait syair yang dinisbatkan kepadanya dikatakan:
Bila lima perkara tidak terdapat dalam diri seorang syeikh maka ia adalah Dajjal yang mengajak kepada kesesatan.
Dia harus sangat mengetahui hukum-hukum syariat zhahir, mencari ilmu hakikah dari sumbernya, hormat dan ramah kepada tamu, lemah lembut kepada si miskin, mengawasi para muridnya sedang ia selalu merasa diawasi oleh Allah.
Bila lima perkara tidak terdapat dalam diri seorang syeikh maka ia adalah Dajjal yang mengajak kepada kesesatan.
Dia harus sangat mengetahui hukum-hukum syariat zhahir, mencari ilmu hakikah dari sumbernya, hormat dan ramah kepada tamu, lemah lembut kepada si miskin, mengawasi para muridnya sedang ia selalu merasa diawasi oleh Allah.
Syeikh Abdul Qadir juga menyatakan
bahwa Syeikh al Junaid mengajarkan standar al Quran dan Sunnah kepada kita
untuk menilai seorang syeikh. Apabila ia tidak hafal al Quran, tidak menulis
dan menghafal Hadits, dia tidak pantas untuk diikuti.
Syeikh Abdul Qadir berkata, “Kalimat
tauhid akan sulit hadir pada seorang individu yang belum di talqin dengan zikir
bersilsilah kepada Rasullullah oleh mursyidnya saat menghadapi sakaratul maut”.
Karena itulah Syeikh Abdul Qadir
selalu mengulang-ulang syair yang berbunyi: Wahai yang enak diulang dan
diucapkan (kalimat tauhid) jangan engkau lupakan aku saat perpisahan (maut).
Pada tahun 521 H/1127 M, dia
mengajar dan berfatwa dalam semua madzhab pada masyarakat sampai dikenal
masyarakat luas. Selama 25 tahun Syeikh Abdul Qadir menghabiskan waktunya
sebagai pengembara sufi di Padang Pasir Iraq dan akhirnya dikenal oleh dunia
sebagai tokoh sufi besar dunia Islam. Selain itu dia memimpin madrasah dan
ribath di Baghdad yang didirikan sejak 521 H sampai wafatnya di tahun 561 H.
Madrasah itu tetap bertahan dengan dipimpin anaknya Abdul Wahab (552-593 H/1151-1196
M), diteruskan anaknya Abdul Salam (611 H/1214 M). Juga dipimpin anak kedua
Syeikh Abdul Qadir, Abdul Razaq (528-603 H/1134-1206 M), sampai hancurnya
Baghdad pada tahun 656 H/1258 M.
Syeikh Abdul Qadir juga dikenal
sebagai pendiri sekaligus penyebar salah satu tarekat terbesar didunia bernama
Tarekat Qodiriyah.
Ia wafat pada hari Sabtu malam,
setelah magrib, pada tanggal 9 Rabiul akhir di daerah Babul Azajwafat di
Baghdad pada 561 H/1166 M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar